Jumat, 30 November 2012

Apakah Sudah Engkau Lakukan?



“Limaadzaa laa nuthabbiq maa ta’allimnaahu?” ini sebuah khutbah berbahasa Arab dalam sebuah kaset. Artinya, kenapa kita tidak menerapkan apa yang sudah kita ketahui? Isinya bagus sekali untuk kita renungkan. Syaikh Al Munjid, penceramah dalam kaset itu mengawali kalimat-kalimat pembukanya dengan melontarkan banyak pertanyaan. Coba simak.
“Saudaraku, sudah berapa banyak ceramah kita dengarkan? Berapa nasihat yang sudah disampaikan untuk kita? Berapa kali kita mengkhatamkan Al-Qur’an? Apa saja yang sudah berguna untuk kehidupan kita? Berapa banyak perintah yang kita lakukan? Berapa banyak larangan yang sudah kita kita tinggalkan? Berapa kali kita mengetahui hukum suatu masalah tapi kita tidak melakukannya? Kenapa ilmu-ilmu itu tidak membekas pada diri kita? Kenapa kita masih tetap meremehkan amal sunnah, tapi berlebihan dalam hal mubah?
Saudaraku,
Kita pantas berrduka dan bersedih. Duka, karena ketukan hati yang begitu mengena. Sedih, karena sesungguhnya kita merasakan problematika dari pertanyaan itu.
Saudaraku,
Mari ikuti kembali uraian nasihat dari Syaikh Al Munjid ini. Menurutnya, dorongan paling kuat yang menjadikan orang beramal itu adalah kehangatan iman kepada Allah swt. Itu sebabnya, Allah swt menyeru kita dengan kalimat “Yaa ayyuhal ladziina aamanuu” (wahai orang-orang yang beriman) dalam banyak firman-Nya, kemudian dilanjutkan dengan kata perintah untuk melakukan sesuatu. Maka, bila keimanan kita berkurang, berkurang pulalah motivasi dan pendorong kita untuk melakukan sesuatu. Jika keimanan dan keyakinan kita kepada Allah swt semakin kuat, maka semangat beramal pun semakin kuat. Apakah ada hal lain kecuali iman, yang mendorong Abu Bakar ra memberikan seluruh hartanya di jalan Allah swt? Adakah alasan lain yang menjadikan seorang sahabat membuang sisa-sisa makanannya lalu memasuki medan jihad untuk kemudian mati syahid, kecuali karena ia yakin dengan adanya surga. Begitulah orang-orang shalih.
Saudaraku,
Itu sebab  pertama yang disampaikan Syaikh Al Munjid. Selanjutnya, ia juga menyinggung tentang kurangnya kesungguhan kita dalam melakukan amal shalih. Kita lemah semangat dalam mencari ilmu yang bisa mendorong kita melakukan amal shalih.  Berbeda dengan   prinsip sahabat radhiallahu ‘anhum dahulu yang banyak bertanya kepada Rasulullah saw untuk mendapatkan ilmu. Abu Bakar ra bertanya,”Ya Rasulullah, ajarkan aku sebuah doa yang bisa aku gunakan dalam sholat dan di rumah.” Ibnu Mas’ud ra juga bertanya,”Ya Rasulullah, amal apa yang bisa mendekatkan pada surga?”
Itulah sebabnya Allah swt telah mengingatkan kita dalam firman-Nya,”Walau annahun fa’aluu maa yuu’azuuna bihi lakaana khairan lahum wa asyaddu tatsbiitaa.”( Jika mereka mengerjakan apa yang dinasihati kepada mereka, niscaya itu lebih bak dan lebih meneguhkan (bagi mereka).”
Saudaraku, banyak diantara kita yang tidak mau melakukan perintah, kecuali yang tingkatannya adalah wajib. Sementara kita berlebihan dalam hal mubah.  Kita kalah oleh lingkungan yang tidak mendorong kita melakukan kebaikan yang kita sudah tahu. Hubungan kita juga lemah dengan al-Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW. Mengapakah Ummu Aiman ra menangis saat dikunjungi Abu Bakar dan Umar? Ia menangis karena terputusnya wahyu. Itu tanda bahwa Ummu Aiman memiliki ikatan yang begitu kuat dan sangat terpengaruh dengan wahyu Allah swt.
Kita banyak beralasan dengan mengatakan, Allah tidak akan memberi beban kecuali sebatas kemampuan hamba-Nya, lalu kita mengatakan tidak mampu melakukan amal-amal shalih. Kita terlalu panjang menyusun harapan keduniaan, tapi mengecilkan target-target akhirat. Kita tidak banyak beramal untuk kepentingan akhirat. Kita tidak terlalu yakin dengan Islam, karena kita sungkan menerapkan petunjuknya. Kita terlalu banyak membuat tangga untuk menjadi baik, tapi sampai sekarang kita masih tetap saja berada dalam proses untuk menjadi baik. Sementara, kita tidak tahu kapan kita usai dan kita tak mampu lagi melakukan perbaikan.
Saudaraku,
Itu sebagian alasan yang diuraikan Syaikh Al Munjid. Syaitan pasti mepunyai cara sendiri untuk memalingkan kita dari mempraktikkan pa yang sudah kita ketahui. Rasulullah saw telah mengingatkan kita soal ini,
Beliau bersabda,:Dua sikap yang bila dipelihara seorang Muslim, maka ia pasti masuk surga. Sikap itu mudah tapi yang melakukan keduanya sedikit saja. Bertasbihlah sebanyak sepuluh kali, bertakbirlah sebanyak sepuluh kali, bertahmidlah sebanyak sepuluh kali usai setiap shalat. Maka itu sama dengan seratus lima puluh kali dengan lisan, seribu lima ratus kali nilainya dalam mizan. Lalu, bertasbihlah, tiga puluh tiga kali, bertahmidlah sebanyak tiga puluh tiga kali, bertakbirlah sebanyak tiga puluh tiga kali jika ingin tidur. Maka, itu berarti sama dengan seratus kali dengan lisan, seribu lima ratus kali nilainya dalam mizan. Siapakah diantara kalian yang dalam satu hari melakukan dua ribu lima ratus keburukan?” para sahabat menjawab,”Ya Rasululllah, bagaimana itu mudah dilakukan sedangkan yang melakukannya sedikit?” Rasulullah bersabda,”Syaitan mendatangi salah seorang kalian bila ia selesai shalat dan mengingatkannya dengan sejumlah keperluan ini dan itu. Lalu orang itu pergi, dan tidak mengucapkan dzikir tersebut. Dan ketika akan tidur, syaitan mendatanginya lagi untuk menidurkannya sebelum orang itu mengucapkannya.” (HR. Imam Ahmad)
Saudaraku,
Renungkanlah kekhawatiran Abu Darda’ ra berikut ini. “Aku takut. Jika pertama kali yang ditanyakan kepadaku kelak oleh Tuhanku adalah:’Apakah engkau amalkan apa yang sudah engkau ketahui?’”

(Tarbawi, Edisi 152 Th. 8/Rabiul Awal 1428 H/ 29 Maret 2007 M, hal 71)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar